Ketika Mahasiswa Islam Jauh dari Tuntunan Agama
M. Arif As-Salman – Jumat, 17 Juli 2009 07:56 WIB
Satu hal paling urgen yang
seringkali dilalaikan oleh banyak manusia adalah tentang hakikat dirinya
sebagai seorang hamba Allah Swt.. Manusia acap kali mengabaikan atau
bahkan sengaja melupakannya. Dan dari akar masalah inilah timbul
berbagai tindakan dosa, maksiat, kejahatan, dan kerusakan dalam
kehidupan. Manusia seperti ini hidup dalam kebebasan berbuat dan
bereskpresi serta melakukan apapun yang dikehendaki hatinya. Hidup
tanpa ada aturan yang jelas. Orang-orang yang seperti demikian telah
hilang fungsi akal dan hatinya. Akalnya tidak lagi bisa membedakan
antara yang baik dan buruk. Dan hatinya tidak lagi bisa membedakan
antara yang benar dan salah.
Allah Swt. telah mengatur kehidupan
manusia dalam al-Qur`an dan sunnah Rasulullah Saw.. Manusia yang
menyadari dirinya sebagai seorang hamba akan selalu mengikuti petunjuk
yang diturunkan Allah Swt. dan diajarkan Rasul Saw.. Hidupnya akan penuh
dengan kebaikan dan nilai-nilai manfaat. Manusia seperti demikian
adalah orang-orang yang Allah gambarkan sebagai ûlul albâb,
orang-orang yang berakal. Sehingga nampak jelaslah adanya perbedaan
yang mencolok antara orang-orang yang menjalankan fungsi akal dan
hatinya. Dan adanya perbedaan antara orang-orang yang hatinya hidup
dengan orang-orang yang hatinya sakit atau telah mati.
Kita sebagai pelajar dan mahasiswa Islam
tentu harus lebih cerdas dalam hal ini. Kita telah belajar Al-Qur`an,
Hadits, Aqidah, Fiqh dan beraneka ragam ilmu agama lainnya. Dari
berbagai pembelajaran tersebut banyak hal yang telah kita pahami dan
ketahui. Kita sudah mengenal Allah Swt., sunnah Rasul Saw.,
aturan-aturan syar`i, dan batas-batas dalam berbuat serta berekspresi.
Ada koridor yang harus dijaga dan tidak boleh dilanggar. Kita bukan
seperti orang-orang kafir yang boleh berbuat seenak hati, bukan seperti
orang-orang awam yang masih dangkal dan jauh pemahaman agamanya. Tapi
kita adalah muslim dan penuntut ilmu syar`i.
Sebagai seorang pelajar kita tidak hanya
dituntut pintar, menguasai berbagai macam pengetahuan, tapi kita juga
dituntut untuk soleh secara pribadi, akhlak, sikap, dan dalam hubungan
dengan orang lain. Kesalehan yang mencakup seluruh aspek. Ini yang
tidak dipahami dan disadari oleh sebagian pelajar islam. Sehingga kita
banyak melihat pelajar islam sering kali melakukan tindakan-tindakan
yang tidak layak bagi seseorang yang bergelar pelajar islam.
Contoh yang sering kita lihat adalah
pacaran. Pacaran sudah menjadi budaya yang sulit rasanya untuk
dihilangkan. Jalan bareng, nelpon tanpa batas waktu dan kata, chating
yang berkepanjangan dan sebagainya telah begitu mengakar dalam diri
sebagian pelajar islam. Interaksi yang terlalu dekat dengan lawan jenis
ketika dalam kegiatan-kegiatan, acara rihlah, bahkan dalam forum-forum
keilmuwan dan dakwah juga sering terjadi. Kerusakan moral telah meluas
dan semakin parah.
Sebagian muda-mudi ada yang sentimen
atau berpandangan negatif pada mahasiswa dan mahasiswi yang menikah
ketika masih kuliah. Akan tetapi, apakah mereka tidak risih melihat
mahasiswa/i yang pacaran, yang belakangan ini sudah menjadi pemandangan
biasa. Seperti , jalan berduaan, makan di restoran berduaan, sehingga
kita sangat sulit membedakan mana yang telah menikah dan mana yang
belum, karena prilaku mereka seperti orang yang sudah menikah.
Dari segi pakaian, masih banyak kita
temukan kaum muslimah yang pakaiannya ketat, transparan atau mengundang
perhatian, sedangkan ia belajar di institut pendidikan Islam. Atau
mahasiswa yang penampilannya tidak mengesankan dirinya seorang pelajar
islam.
Hal lainnya adalah, tidak terjaganya
mata, mata yang sering jelalatan dan melihat sesuatu yang akan
mengotori hati, pikiran, dan membangkitkan hasrat nafsu birahi. Atau
menghabiskan waktu dan hari-hari dengan hiburan-hiburan cengeng, yang
membuat seseorang lemah mental dan iman. Hiburan yang tidak membangun
jiwa, tidak menambah ilmu dan manfaat, hiburan yang tidak mendekatkan
seseorang pada kebaikan dan pada Allah Swt.. Dan banyak hal lainnya yang
kalau kita sorot lebih jauh dan mendalam, yang terjadi di lingkungan
dan dalam kehidupan seorang manusia muslim dan mahasiswa/i islam.
Setiap orang memang boleh berekspresi,
tapi harus diingat ada batasan yang mesti ia perhatikan dan jaga.
Bukannya bisa berbuat seenak hati. Kita harus menyadari bahwa diri kita
adalah seorang hamba Allah Swt.. Setiap saat Allah Swt. senantiasa
melihat, mendengar dan mengetahui kata-kata, perbuatan dan isi hati
kita. Kalau hal ini betul-betul kita pahami dengan baik, tentu berbagai
kerusakan akhlak, moral, amal, ilmu dan seterusnya tidak akan terjadi
dalam kehidupan kita.
Ketika band dijadikan sebagai hiburan
oleh para penuntut ilmu agama, timbul pertanyaan, kenapa harus musik
band? Apa tidak ada lagi hiburan lain yang lebih manfaat dan lebih
pantas diadakan oleh kita selaku penuntut ilmu agama? Kenapa kita
seolah-olah meninggalkan al-Qur`an sebagai penghibur hati? Walaupun ada
beberapa alasan mereka yang membenarkan musik band, diantaranya adalah
ungkapan, "Kan yang penting lirik lagunya islami," akan tetapi
dari alasan ini muncul sebuah pertanyaan, apakah mereka yang
mendengarkannya merenungi atau menikmati kata-kata yang ada dalam lagu
tersebut, atau mereka terhibur adalah semata-mata karena alat musik yang
dimainkan? Menurut penulis, masih banyak alternatif lain yang lebih
pantas bagi kita sebagai penuntut ilmu syar`i.
Tulisan ini tidaklah bermaksud untuk
menyudutkan beberapa pihak, tapi penulis ingin menghimbau pada kita
semua untuk sama-sama mengenali hakekat diri kita sebagai seorang
manusia, seorang hamba Allah Swt. dan seorang pelajar islam. Sehingga
dengan adanya kesadaran yang penuh dalam diri kita akan hal ini, bisa
menghantarkan kita semua untuk menjadi pribadi muslim yang soleh dan
solehah sebagaimana yang diinginkan Allah Swt.. Kita hidup di dunia
hanya sebentar, dan waktu sebentar itu tidaklah tepat kiranya kita
gunakan untuk hal-hal yang tidak berguna apalagi untuk hal-hal yang akan
mencelakakan kita di akhirat kelak.
Memang setiap kita punya persepsi
masing-masing dan setiap individu berhak menentukan sikap dan pilihan
terhadap dirinya. Namun alangkah bijaknya kita yang lemah dan tidak tahu
ini berkaca pada petunjuk Allah Swt. dan Rasul Saw. dengan pikiran
yang jernih dan hati yang bersih. Sehingga nampak jelaslah bagi kita
kebenaran dan kemungkaran itu, jelaslah bagi kita jalan mana yang harus
kita tempuh dan jalan mana yang harus kita tinggalkan.
Terakhir, semoga pembaca bijak dalam
memahami tulisan ini , mengambil sisi positif dan manfaatnya. Dan bila
terdapat kesalahan dalam penempatan atau penggunaan kata, terlebih
dahulu penulis menyampaikan permintaan ma`af dan mengharapkan perbaikan
dari pembaca sehingga diantara kita terbina saling mengingatkan pada
kebaikan.
0 komentar:
Posting Komentar